Only a place for express all thoughts into a set of indefinite letters. Hoping to be useful, but being self complacent is very meaningful for me. Thank you, to spend a few minutes just to open this site. Hopefully there's no regret and keep the "kepo" grows to read more articles or sharing stories that I've posted. Its an honor for me if you leave a trail by commenting below the posts. Happy reading and enjoy, Esti.
Bandung City
+62853-1455-5953
edestikarani@gmail.com
www.wap-jett.blogspot.co.id
My Professional Skills
I am very good at making dreams but still not ready to wake up and achieve everything I have dreamed of. My time is always used to think about everything. Deeply imagining something satisfying. Because I think everything starts as a dream, but unfortunately its requires ACTION to become true.
AutoCad80%
SketchUp90%
Vray for Sketchup80%
Adobe Illustrator85%
Adobe Photoshop85%
Corel Draw90%
Microsoft Office90%
Services
Tentang Arsitektur
Kesoktahuan diri ini yang hanya ingin bercakap-cakap tentang arsitektur walaupun ilmunya belum ada apa-apanya. Sharing aja gimanah?
Tentang Travelling
Ah, ini sih cuman konten jalan-jalan biasa. Doain ya, semoga bisa "travelling beneran". Pasti di post deh :)
Curhat Session
Blog ini isinya 1% ilmu, 99% curhat. Jadi buat apa kalian datang haha. Gak deng bercanda. Terimakasih telah berkunjung, luv luv :*
Tentang Portofolio
Berusaha menjadi wanita yang produktif. Cobalah lihat keproduktifan diri ini. Semoga menghibur :')
Hanya Cerita Lampau
Bangsa yang hebat adalah bangsa yang tidak meninggalkan sejarahnya. Begitupun kita sebagai manusia. Apadah wkwk
Cita-cita Ibuku yang entah sejak berapa tahun lamanya ingin segera pergi mengunjungi tempat ini namun baru terwujud baru-baru ini.
___________________
Ibuku adalah seorang wanita paruh baya yang lahir di tengah perkebunan teh. Ia terbiasa hidup ditengah hembusan angin gunung dengan semerbak wewangian daun teh. Hidup berdampingan dengan petani dan juragan-juragan pabrik yang kental dengan nuansa didikan belanda. Dulu Ibuku lahir di sebuah daerah bernama Gunung Mas di Bogor. Ayahnya yang juga adalah Kakekku adalah seorang yang ahli dalam berkebun dan paham betul bagaimana mengelola teh dari mulai proses pembibitan hingga proses ekspor teh. Kakekku hingga saat ini yang usianya hampir 85 tahun, tidak pernah lupa akan kenangannya memimpin sebuah pabrik teh. Bahkan kenangan itu terus diceritakan kepada cucu-cucunya termasuk aku berulang kali sampai aku bosan. Tapi salahnya aku, hanya mendengar tanpa melibatkan perasaan. Padahal ketika Kakekku bercerita yang ia ingin sampaikan adalah perasaan rindu ingin kembali ke masa itu. Masa ketika muda yang sehat, yang kuat, yang penuh dengan tantangan. Sama seperti aku merindukan teman-temanku yang ahh.. sudahlah, banyak sekali yang pergi. Pergi dengan pasangan-pasangannya, pergi dengan kesibukannya, dan memilih jalan masing-masing.
Menghabiskan waktu bertahun-tahun di Gunung Mas, suatu ketika Kakekku diharuskan untuk pindah tugas. Ia sempat dipindahkan ke Perkebunan Teh Panjang, lalu Cikopo, dan Perkebunan Gedeh, hingga yang terakhir ke Bandung tepatnya di Ciwidey. Sebuah pelosok desa yang indah, sejuk, sungai mengalir dengan jernihnya, burung-burung dan suara binatang-binatan lain masih terdengar jelas. Ditengah kesunyian kampung yang berwajahkan Sunda, lengkap dengan rumah berdinding bilik dengan teras depan berlantai kayu. Kampung itu bernama "Ranca Suni".
Sewaktu Kakekku dipindahkan dari Bogor ke Ranca Suni, Ibuku terpaksa ikut meskipun masih berusia sangat kecil. Ini lah tempat Ibuku bermain dan menghabiskan waktu kecilnya sebelum Ia pindah lagi ke lain kota. Menurutnya tempat ini sangat berkesan. Karena diingatannya dulu begitu indah. Sebuah tempat yang nyaman yang takan lagi kita temukan di kota-kota jaman sekarang yang penuh dengan hiruk pikuk kesemrawutan. Di sini tempat tinggal Ibuku dan Kakekku sangat berdekatan dengan pabrik tempat Kakek bekerja. Bahkan Ibuku bisa melihat dari jendela ketika kakek sedang kerja di ruangannya. Saking indahnya saudara-saudaranya yang berada di kota sering berkunjung ke sini hanya untuk botram atau sekedar silaturahim.
Ranca Suni ini tempatnya sangat tersembunyi karena berada di lembah. Dikelilingi gunung-gunung dan perkebunan teh yang berada lebih tinggi daripada perkampungan. Wajar bila disini udara selalu dingin bahkan bisa mencapai 17 derajat. Sambil aku mendengarkan cerita Ibuku, aku membayangkan betapa serunya saat itu. Akhirnya setelah bertahun-tahun lamanya, aku baru bisa mewujudkan keinginan Ibuku untuk bisa pergi kesana. Melihat-lihat rumah masa kecilnya dan tempatnya bermain.
___________________
Sebelum pergi kesana aku sempat berdebat dengan Ibu karena lokasi yang belum pasti. Lokasi yang ada diingatan Ibu ternyata berbeda dengan lokasi yang berada di google maps. Akupun bingung harus percaya yang mana. Ibuku sudah pergi meninggalkan tempat itu puluhan tahun lamanya wajar bila ia lupa dan kecanggihan teknologi terkini pun tidak bisa aku pungkiri ketepatannya. Akhirnya kami memutuskan pergi dengan percaya pada google maps. Kakakku yang menjadi supir agak kewalahan dengan jalan yang diarahkan peta online ini. Karna jalannya berliku, naik dan turun serta tak nampak sama sekali ada tanda-tanda keberadaan kebun teh. Sama sekali bukan yang ada dalam ingatan Ibu. Setelah sampai di titik tujuan yang google maps arahkan, ternyata bukan ini tempat itu. Sepertinya kami tersesat dan terpaksa berbalik arah. Kami pun melalui jalan naik dan turun itu lagi hingga sampai ke jalan utama. Kami akhirnya memutuskan untuk bertanya ke warga sekitar dan ternyata kami tersesat lagi untuk keduakalinya. Kami malah terlalu jauh mengambil jalan bahkan hampir ke Cianjur. Untungnya di tengah jalan kakakku berhenti dan kembali bertanya pada pedagang warung, ternyata kelewatan katanya. Kami pun kembali berbalik arah.
Akhirnya setelah melalui perjalanan yang panjang kami menemukan secercah harapan ketika kami melihat penunjuk arah bertuliskan "Ranca Suni". Dan dari situ ingatan ibuku kembali muncul hingga sampailah kami ke sebuah desa yang sangat historistik. Aku sebagai pecinta bangunan-bangunan bersejarah ketika dibawa ke tempat seperti ini imajinasiku akan kehidupan di masa lalu tiba-tiba muncul. Aku terkagum dan merasa seperti ada di tempat yang asing yang begitu asri. Namun ketika aku melihat raut wajah Ibuku, justru Ia terlihat berbeda. Ternyata Ranca Suni yang sekarang tidak seperti yang diharapkannya. Iya, tidak seperti dulu, tidak seindah kala itu.
___________________
Pabrik pengolahan teh milik PTPN yang kondisinya sangat memprihatinkan. Sama sekali tidak direnovasi dari dulu hingga kini. Mesin-mesin tampak berkarat namun dipaksakan tetap berjalan. Sebagian kacanya pecah bahkan lepas dari kusennya dan didiamkan begitu saja. Dinding yang sepertinya tidak pernah lagi di cat ulang hingga warnanya begitu kusam. Akupun tak melihat begitu banyak pekerja disana. Yang aku lihat hanya sebuah mesin besar sedang berputar menggiling dedaunan teh. Disebrang pabrik itu dulunya adalah bengkel kini terkesan kosong bak rumah hantu hingga gentengnya pun diselimuti lumut. Bentukannyapun tak lagi kokoh. Akupun penasaran dengan rumah yang dulu ditinggali oleh Ibu dan Kakekku. "Ti, dulu rumah Ibu ada disana (sambil menujuk). Tapi sekarang ko gaada ya. Ibu inget banget dari rumah ke pabrik itu keliatan dan gak jauh."
Ternyata rumah itu hanya tinggal bongkahan-bongkahan batu bata yang hampir rata dengan tanah karena sudah dihancurkan. Kami tertegun beberapa menit tepat di depan rumah yang dulu Ibu tinggali. Aku rasa Ibu ingin menangis, terlihat kesedihan di raut wajahnya. Rumah-rumah lain milik petani teh kini tampak lebih mirip gubuk tua yang reot tak seperti dulu yang kental dengan budaya lokal bernuasa Sunda. Sejenak Ibuku berbincang dengan warga yang sedang bercocok tanam dihalaman depan rumahnya. Warga disana sangat ramah meskipun kami pengunjung dari luar. Tak terhitung jumlah rumah yang ada disini namun kondisinya hampir sama. Nampak pula sebuah bangunan besar seperti bangunan serbaguna yang dipakai untuk GOR dan TK begitu tak terawat. Sungai yang dulu indah kini tak terawat hingga ditumbuhi rumput-rumput liar di pinggirannya, namun airnya masih tetap jernih mengalir diantara bebatuan besar. Dari kejauhan masjid terlihat bersih namun fasilitas sangat jauh dari kata nyaman. Kami memang tidak masuk ke area sholatnya, namun kami melihat2 kamar mandinya yang ternyata kotor dan bahkan pintu-pintunya pun rusak. Ah ini bukan seperti dulu ketika Ibuku tinggal disini. Sangat jauh berbeda.
___________________
Tapi dibalik kekecewaan Ibu, aku bersyukur bisa membawa Ibu kemari sampai rasa penasarannya sudah hilang. Sejujurnya akupun agak miris karena sekelas perusahaan BUMN kondisinya tidak sebaik yang aku kira. Padahal produksi teh di Indonesia sangat maju dan bisa sampai ekspor ke negara lain. Ranca Suni-pun sangat potensial jika dijadikan tempat wisata seperti perkebunan teh yang lain.
Kami berkeliling desa itu sambil berfoto-foto ria dan akhirnya kami pulang dengan perasaan yang bercampur aduk.
Ranca Suni, semoga ada orang baik yang bisa memajukan desa ini jadi seperti dulu lagi.
Satu lagi keinginan Ibu, untuk bisa melihat Gunung Mas di Bogor. Insya Allah ya Bu, pasti kita kesana. Kalau sekarang keadaannya masih seperti ini dan tidak memungkinkan buat berpergian. Mudah-mudahan Gunung Mas tidak seperti Ranca Suni ya Bu :)
Bangunan GOR, TK dan GSG Ranca Suni (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Rumah dinas pejabat pabrik teh perkebunan Ranca Suni (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Nampak dari kejauhan rumah-rumah penduduk berjajar rapi. (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Kami yang sedang asyik menyusuri jalanan Ranca Suni. (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Jembatan yang melintang di atas sungai. (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Salah satu kondisi rumah warga. Nampak sekali banyak kerusakannya :( (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Pintu masuk GOR Rancasuni. (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Dari kejauhan Masjid tampak kokoh meskipun kubahnya tak lagi bersinar seperti dulu. (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Bayangkan jika ini rumah kalian :( (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Ini adalah kondisi sungai yang tertutup rumput liar. (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Bangunan yang dijadikan tempat penyimpanan benda-benda tak terpakai sampai seperti ini kondisinya. Menyedihkan :( (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Indahnya Ranca Suni dari atas. (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
TK Tunas Karya II Ranca Suni (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Apa yang ada di benak kalian wahai arsitek? (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Masuknya lewat mana ya? (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Rusak dimana-mana. Horor banget kayanya ini. (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Bekas bengkel yang lebih mirip rumah hantu. (Dokumentasi Pribadi, Maret 2020)
Setelah cerita tentang keseruan piknik cantik ke Ciwidey yang sebelumnya pernah saya posting (bagi yang belum baca klik link ini ya), kali ini saya ingin flashback mengenang masa-masa kuliah dulu. Masa-masa pencarian jati diri dan segala macam keseruan didalamnya yang akhir-akhir ini bikin baper terus karena keingetan wkwk.
Papandayan, Trip Pertama saat Masuk Kuliah
Sesuai dengan judulnya, saya lagi-lagi ingin bercerita tentang hajat travelling saya yang kali ini agak ditarik mundur jauh 4 tahun silam saat saya masih endut-endutnya kata orang-orang, yang sampai sekarang masih aja jadi bahan ejekan. Hiks. Dulu berat badan saya memang tidak ideal dengan tinggi badan yang sebegini keadaanya. Pakaian yang saya gunakan ketika itupun belum mampu menutupi kelebihan berat badan saya, dalam arti saya belum bisa mensiasati cara berpakaian yang dapat membuat badan terlihat lebih ramping. Apalagi gaya hidup saya pada waktu itu yang sangat sering meminum minuman bergula setiap hari dan makan-makanan yang berlemak, semakin memperparah keadaan berat badan saya. Tapi pada akhirnya saya mencoba untuk sedikit-sedikit diet minuman manis sekalian menghemat pengeluaran untuk biaya ngeprint dan kebutuhan perkuliahan yang mahal-mahal lainnya. Alhamdulillah berat badan saya pun bisa turun 7 kilo. Namun kini naik lagi 5 kilo :(
Sebuah pengalaman berharga bisa bertemu teman-teman yang satu hobi. Saat itu, saya masih suka dengan acara-acara pendakian (efek ikut pramuka). Ya meskipun bukan pendakian ke gunung-gunung ekstrem dan menantang, tapi untuk diri saya sendiri adalah sebuah kesenangan dan penghargaan tersendiri bisa lebih liar sedikit daripada ladies yang suka hangout di mall atau cafe. Karena keduanya bisa mengeluarkan budget yang sama tapi pengalaman yang didapat tentu berbeda. Kala itu saya masih duduk di semester awal dan ternyata banyak juga teman-teman yang hobi mendaki, tapi tentunya mereka lebih expert dibanding saya. Terutaman dari sisi perlengkapan, fisik, dan skill tentunya. Akhirnya diajaklah saya untuk liburan ke Gunung Papandayan di Garut. Kali itu saya hanya wanita seorang diri dari kelas TA, dan 2 orang dari kelas PTA, sisanya semua para lelakyy perkasa sebanyak 4 orang. Sayapun berangkat dengan perlengkapan seadanya. Bukan perlengkapan ala-ala para pendaki yang super savety, hanya berbekal ransel biasa, sepatu converse kesayangan, jashujan, dan jaket yang tidak terlalu tebal. Padahal waktu itu sedang musim hujan dan di daerah pegunungan pasti sangat dingin. Sisanya perlengkapan tambahan seperti baju, alat sholat, alat makan, dan alat mandi.
Berangkatlah kami dari Kampus UPI Bumi Siliwangi menuju Kota Dodol alias Garut. Waktu itu saya dan teman2 menggunakan angkot untuk bisa sampai ke Terminal Cicaheum dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Garut dengan Bis. Sesampainya di kota kelahiran domba-domba super ini, saya melanjutkan trip ke Gunung Papandayan dengan menggunakan mobil pick-up milik kenalan teman saya yang merupakan penduduk asgard (aseli garud). Alhasil karena waktu itu hanya saya yang sepertinya paling manja dan menye2 diantara teman2 yang lain, saya pun disarankan untuk duduk di samping pak supir yang sedang bekerja, alias duduk di kursi paling depan. Yaa, enaknya saya jadi aman dari hujan dan malu diliatin orang, tapi resikonya saya gak bisa ngobrol dengan yang lain daan perlu memutar otak untuk mencari topik pembicaraan dengan pak supir, dan yang paling sulitnya adalah bagaimana berbincang2 santai dengan menggunakan bahasa sunda yang sopan. Mulai dari pembicaraan:
"Pa, upami bapa teh sahana indra? emangna panginten nya?"
"Sanes, abimah _______-na", jawabnya. Saya lupa bapak itu siapanya temen saya. Pak lurah atau pa RT gitu ya :(
Hingga pembicaraan tentang batu ali yang beliau pakai dan hobi berkeliling dengan mobil yang beliau senangi. Wah, padahal saya hanya memancing pembicaraan 2 kalimat singkat. Namun dari 2 kalimat tersebut bisa sampai kepada pembicaraan panjang yang membuat saya tak sadar ternyata saya sudah sampai di tempat pemberhentian pertama untuk menuju Gunung Papandayan. Namanya adalah Simpang Cisurupan. Di sekitar situ juga terdapat sebuah masjid yang cukup besar. Kami berisitrahat, shalat, dan menyantap beberapa cemilan yang kami bawa. Disana, kami juga bertemu dengan pendaki lainnya yang super duper kece. Cowonya ganteng-ganteng, cewenya kece-kece. Wah jauh banget kalau dibandingin antara saya dan mereka. Penampilan memang mencirikan profesionalitas ya, hm. Okey, meskipun dengan keadaan saya yg seperti ini, saya tidak pernah larut semangat untuk bisa sampai ke puncak malam nanti.
Mobil yang kami naiki untuk menuju ke Simpang Cisurupan
Maaf ya saya nyolong gambar ini dari website orang karena saya tidak sempat mengambil foto di lokasi ini. Ini link sumbernya guys https://dailyvoyagers.com/blog/2017/10/11/rincian-perjalananan-menuju-gunung-papandayan/
Semakin banyak orang yang datang ke Bandung, semakin banyak juga tempat wisata yang menjadi incaran turis lokal maupun mancanegara. Mulai dari wisata kuliner, wisata belanja, wisata histori, wisata alam, bahkan wisata selfie. Meskipun tempat wisata buatan kini semakin merajalela, namun wisata alam alami tetap menjadi nomor satu bagi para Bandungers. Bener gak?
Nah, wisata alam yang satu ini belum afdol rasanya kalau belum kalian kunjungi karena sudah pasti tempat-tempat ini bakal membuat otak kalian freshdari hiruk pikuk Kota Bandung. Dan jangan lupa setelah membaca postingan blog ini, segera agendakan liburan kalian bersama keluarga, teman, gebetan, siapapun itu, karna dijamin tempat-tempat ini gak kalah seru dan tentunya hemat di kantong.
1. Kawah Putih, Ciwidey, Bandung
Suasana Kawah Putih saat musim penghujan. Kabut menyelimuti area kawah sehingga jarak pandang pengunjung sangat terbatas. Disarankan untuk berkunjung saat hari sedang cerah (Sumber: Dokumentasi Fakhitah Shabirah, 2019).
Nah, yang pertama yang wajib kalian kunjungi yaitu Kawah Putih yang terletak di selatan Kota Bandung tepatnya di Ciwidey. Kawah Putih ini merupakan danau yang terbentuk dari letusan Gunung Patuha. Gunung ini merupakan gunung yang konon dianggap memiliki banyak cerita dan sejarah serta hal-hal mistis loh guys. Kalian bisa baca ceritanya di sini. Tapi dibalik semua carita-cerita mistis itu, Kawah Putih mempunyai keindahan tersendiri yakni hamparan air danau putih kehijauan dikelilingi gunung-gunung serta tebing belerang. Tak jarang orang sering memanggilnya seperti pantai pasir putih di atas gunung. Keindahan Kawah Putih memang tak ada duanya. Di sekeliling danau juga terdapat hutan mati yang photogenic. Tak sedikit pengunjung yang menjadikan area ini sebagai tempat prewedding atau hanya sekedar berfotoria.
Sudut lain Kawah Putih yang sedng berkabut. (Sumber: Dokumentasi Pribadi Fakhitah Shabirah, 2019)
Untuk dapat kesana, kalian bisa membawa kendaraan pribadi atau kendaraan lain yang bisa dipakai untuk perjalanan jauh, menanjak, dan agak sedikit berbatu. Karena posisinya memang berada di gunung ya guys. Biaya yang diperlukanpun gak merogok kocek terlalu dalam.
Jadwal kunjungan ke Kawah Putih ini dari jam 07.00 pagi - 17.00. Itupun berdasarkan kondisi cuaca (menurut situs resmi Kawah Putih). Jadi lebih baik datang kesana di waktu-waktu yang pas, jangan terlalu pagi dan jangan kesorean. Untuk persediaan juga, jangan lupa membawa masker pribadi dari rumah supaya menghemat pengeluaran. Meskipun disana tersedia banyak pedagang masker yang menjual masker dagangannya seharga Rp 5.000,00, namun alangkah baiknya jika lima ribunya kita sisihkan untuk modal kawin saja guys. Untuk yang berkunjung saat musim hujan, jangan lupa juga membawa payung dan jaket tebal, karena suhu disana akan turun drastis. Bagi yang merencanakan prewedding disana, dikenakan biaya Rp 500.000,00 dan bisa langsung menghubungi pengurus Kawah Putih di website atau contact person yang tersedia.
Berfoto ria bersama ciwi-ciwi Teknik Arsitektur UPI 2014 (Sumber: Dokumentasi Pribadi Fakhitah Shabirah, 2019)
2. Penangkaran Rusa, Ranca Upas, Ciwidey, Bandung
Instalasi yang menjadi point of view di kawasan Ranca Upas. (Sumber: Dokumentasi Pribadi Fakhitah Shabirah, 2019)
Yang kedua yaitu Penangkaran Rusa Ranca Upas. Tak jauh dari lokasi Kawah Putih, kalian bisa langsung melanjutkan perjalanan ke arah Selatan menuju tempat wisata ini. Disini kalian bisa melihat hamparan rerumputan yang luas yang tentunya didalamnya terdapat rusa-rusa jantan maupun betina yang cantik-cantik dan jangan khawatir, rusa-rusa ini sudah jinak karena sering bertemu dengan pengunjung. Untuk mampir ke lokasi ini, jangan lupa membawa potongan wortel untuk memberi makan rusanya. Atau bisa juga membeli makanan di lokasi pembelian tiket. Untuk kalian yang sudah terbiasa dengan hewan yang berbulu dan besar seperti rusa, tidak ada salahnya untuk terjun langsung dan bercengkrama dengan mereka. Tapi bagi yang takut, kalian bisa menikmatinya dari atas rumah panggung sambil berfoto ria. Oiya jika kalian datang kesini saat musim hujan, usahakan jangan memakai sepatu "cantik" seperti heels atau sepatu mahal ya guys. Karena khawatir sepatu kalian malah ambles ke lumpur becek atau menginjak ranjau-ranjau si rusa.
Penampakan girlband bersama 2 rusa yang memandang aneh dan nyinyir dalam hatinya. (Sumber: Dokumentasi Pribadi Fakhitah Shabirah, 2019)
Area padang rumput di penangkaran rusa Ranca Upas, Ciwidey, Bandung. (Sumber: Dokumentasi Pribadi Fakhitah Shabirah, 2019)
3. Situ Patenggang, Bandung
Suasana Situ Patenggang yang sejuk (Sumber: Dokumentasi Pribadi Esti Destikarani, 2019)
Yang terakhir yang wajib kalian kunjungi setelah Kawah Putih dan Penangkaran Rusa Ranca Upas yaitu Situ Patenggang. Ya! Surga di kawasan dataran tinggi yaitu 1600 meter diatas permukaan laut. Menurut beberapa sumber yang saya baca, Situ patenggang ini memiliki luas sekitar 45.000 hektar loh guys, serta luas total cagar alamnya mencapai 123.077,15 hektar. Luas banget ya. Di kawasan ini juga tersedia resort yang bertemakan glamping, alias glamourous camping. Jadi konsep si resort ini menyajikan konsep kemping di "tenda" tapi fasilitas yang tersedia merupakan fasilitas hotel. Viewnya pun langsung ke Situ Patenggang dan perbukitan disekitarnya. Buat pasangan yang baru menikah atau untuk liburan seru dengan keluarga cocok banget pastinya. Disini juga kalian bisa menyewa perahu dayung, ataupun perahu boseh yang bisa kalian gunakan untuk menyebrangi danau. Dan jangan lupa untuk membawa kamera atau handphone yang dapat mengabadikan momen keindahan alamnya ya, Guys!Oya satu lagi, di kawasan situ patenggang ini juga ada resto yang sedang ngehits yaitu resto berbentuk perahu atau yang dikenal dengan Pinisi Resto. Konsepnya unik karena berbentuk perahu tapi berada diatas perbukitan. Hmm..Menarik. Mungkin bisa kalian coba telusuri di beberapa sumber di situs lain yang lebih meyakinkan ya.
Pemandangan Pinisi Resto dari kejauhan (Sumber: Dokumentasi Pribadi Esti Destikarani, 2019)
Saung di pinggir Situ Patenggang (Sumber: Dokumentasi Pribadi Esti Destikarani, 2019)
Dibalik senyum yang tersungging di bibir ini, terdapat napas yang tertahan dan ketakutan akan perahu terguling. (Sumber: Dokumentasi Pribadi Esti Destikarani, 2019)
Oke huys, daripada lama berbasa-basi, mending kita langsung bahas soal harga ya. Berikut rincian biaya untuk masuk ketiga tempat wisata tersebut. Rincian harga disini merupakan rincian harga asli pada Januari 2019 dimana saat kami memang benar-benar mencoba untuk datang kesana. Harga sewaktu-waktu bisa berubah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hanya untuk bayangan perkiraan budget yang harus disediakan jika ada teman-teman yang berminat untuk datang kesana yaaac.
Tiket masuk wahana Kawah Putih : Rp 20.000,00/orang Tiket masuk kendaraan roda 4 : Rp 150.000,00/unit (sampai parkir atas)
Tiket masuk wahana Ranca Upas : Rp 15.000,00/orang Tiket parkir kendaraan roda 4 : Rp 10.000,00/unit
Tiket masuk wahana Situ Patenggang : Rp 20.000,00/orang Tiket parkir kendaraan roda 4 : Rp 5.000,00/unit Biaya sewa perahu : Rp 15.000,00/orang (bisa nego)
Nah, sekarang udah kebayang kan. Jangan sampai kelewatan untuk berwisata alam kesini karna dijamin gakan rugi.
Bosan dengan kehidupan yang terang benderang? Butuh objek baru untuk target fotografi anda? Apa salahnya keluar malam dan berkeliling kota kita tercinta ini. Tapi ingat, usahakan jangan keluar sendirian khususnya buat cewek nih, kalo bisa bawa pacar atau kakak atau temen deket kek, kalo bisa yang bisa jagain kalo terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.
Bandung, dengan segala kekreatifan penghuni didalamnya, mengundang banyak wisatawan baik luar maupun dalam negeri yang tentu membuat Bandung semakin heurin. Hal ini membuat warga pribumi malas untuk keluar rumah selain untuk melakukan aktivitas rutin seperti bekerja, kuliah, atau sekolah, seperti saya. Selain menikmati langit malam, kita juga bisa menikmati megahnya arsitektur zaman kolonial Belanda dan arsitektur modern yang banyak terdapat di setiap penjuru kota.
Ini yang saya lakukan saat saya sedang bosan dengan rutinitas kampus. Kebetulan saat itu saya bawa kamera dan walaupun saya gabisa motret tapi momen untuk bisa merasakan hidupnya kembali kota ini bener-bener dapet!
Yang jelas malam itu adalah malam yang paling berkesan selama hidup di Bandung, cielaah
Belum pas rasanya kalo jadi anak teknik ga iseng-iseng nyari tempat yang ektrim, belum pernah dituju dan menyempatkan buat sekedar melamun atau selfie disana. Nah, rekomended sekali buat anak muda yang tidak takut ketinggian dan pecinta wisata langit khususnya anak UPI coba deh kalian manjat ke menara ini. Awalnya ada kaka tingkat yang kesini duluan, terus temen ngajakin dan alhasil udah dua kali kesana masih belum bosen.
Lokasi menara ini ada di depan masjid Al-Furqon kampus UPI tentunya, di deket parkiran. Tapi inget kalo kesini harus tertib, naiknya gantian karena dikhawatirkan kondisi anak tangga yang sudah tidak anak-anak lagi alias takut lapuk tiba-tiba. Kalo kalian sudah lihai pake 'taraje' kalian mungkin tidak akan kesulitan. Jangan banyakan juga, maksudnya jangan sekelas kesana semua takut roboh haha. Ya terus kalo digembok ya kalian harus rela balik lagi. Hati-hati dimarahin sama pengurus masjid ya wkwk.
Setelah sampai diatas kalian akan disuguhkan dengan pemandangan maskot UPI yaitu ISOLA tercinta, mesjid keren tiada dua Al-Furqon, gedung tersayang FPTK dan jalan terpadat Setiabudi. Jangan lupa bawa tongsis dan fisheye dan alat fotografi lain yang kalian punya! Perhatikan kondisi alam juga kawan. Usahakan jangan siang bolong kalau kalian gamau kebakar. Enaknya sih senja-senja gitu bareng si doi kalo ada :'(
Jangan pake rok, nanti keliatan dari bawah eheheh. Jangan bawa tas, ribet. Jangan lama-lama nanti betah.
Turunnya juga cukup tegang buat yang pertama kali. Hati-hati aja lah pokonya.
Selamat datang dan selamat membaca semua ocehan-ocehan receh yang aku tulis dengan tidak sengaja dan jangan harap dapet apa-apa ya, apalagi dapet jodoh, udah paling gamungkin :D