Bagi yang belum baca part 1, bisa klik link di bawah ini ya.
Sebenernya heran juga kenapa bisa ikut sih, baru kepikiran sekarang. Padahal saya sejujurnya gak terlalu deket sama mereka waktu itu, tapi saya mau2 aja haha. Bukan anak yang aktif banget himpunan atau anak yang eksis di angkatan, tapi yaa diajakin mau gimana lagi haha. Sebagian orang juga gak nyangka kenapa saya mau ikut ke gunung. Padahal katanya gak ada muka2 suka manjat tuh. Hmm.. masa ya :( Apa wajah ini terlalu manja :(
Cus lah setelah beristirahat di masjid yang berada di Simpang Cisurupan tersebut kami melanjutkan perjalanan dengan menyewa mobil pickup bersama pendaki lain. Waktu itu kalau tidak salah ongkosnya sekitar 20.000 rupiah/orang. Lagi-lagi saya duduk di depan bersama supir haha. Perjalanannya agak berkelok-kelok dan supir yang saya tumpangi waktu itu sepertinya mantan pembalap F1, serem :( Perjalanan menuju pos pertama memakan waktu kurang lebih 15 menit-1/2jam (lupa2 inget). Disana mobil sama sekali sudah tidak bisa masuk dan itulah saatnya kami mendaki :)))) Yang paling ditunggu-tunggu yuhuuu. Aura-aura belerang sudah mulai terasa. Udara dingin sudah mulai merambah ke kulit dan wajah. Bebatuan sudah mulai terlihat dimana-mana. Ah rindu sekali rasanya. Lalu kami turun dari pickup dengan membawa perlengkapan dan carier.
|
Ini ceritanya baru banget nanjak. |
Sebetulnya Gunung Papandayan ini menurut saya sangat ramah untuk pendaki yang masih baru2. Karena medannya gak terlalu nanjak. Selain itu jalannya pun cukup besar. Namun perlu berhati-hati karna dilokasi itu jalannya penuh bebatuan dan kerikil. Kalau jatoh lumayan sih. Dan yang saya sukai dari gunung ini yaitu viewnya. Saking cantiknya lelah mendakipun kebayar lah pokonya.
Kami berjalan sekitar hampir 2 jam untuk sampai ke Kawah Papandayan. Karena gunung ini merupakan gunung api yang masih aktif, disini terdapat beberapa kawah yang bisa kita nikmati dari kejauhan ya guys. Dari jauh saja bau belerangnya sudah tercium pekat. Oya disarankan sekali untuk bawa masker bagi yang gak tahan dengan bebauan.
|
Ini sebagian kecil kepulan asap yang keluar dari sela-sela bebatuan |
Dulu, guru saya pernah bilang, ketika kamu memutuskan untuk mendaki, mendakilah semata-mata untuk mengagumi keagungan dari cipataan Tuhan. Bukan untuk sekedar gaya-gayaan yang ujungnya malah merusak alam. Mendakilah karena kamu dilahirkan di bumi, bukan di mars. Ketahuilah tempat dimana kamu berpijak. Karena bumi bukan hanya sekedar antara rumah dan sekolah. Bumi itu indah dan luas. Dan gunung hanya sebagian kecil keindahan yang bumi punya.
Emang betul sekali guys. Kemanapun kita pergi, kita harus banyak-banyak mengucap MasyaAllah tanpa henti sepertinya. Karna bumi itu indah banget T_T
Ditengah perjalanan, kami menemukan aliran sungai yang airnya jernih banget. Ternyata di gunung ini juga terdapat sumber mata air. Karena kami merasa sudah mulai lapar, kami memutuskan untuk beristirahat sejenak di atas bebatuan di pinggiran sungai sambil menyantap bekal yang kami bawa. Sebenernya saya agak deg-degan buat istirahat deket sungai. Karena waktu itu sedang musim hujan, saya khawatir aliran sungai tiba-tiba deras dan kamu terbawa arus dan hanyut entah kemana. Takut akutu, tapi engga untungnya haha.
|
Lihatlah saya egois banget makan pake misting sendiri disaat yang lain makan pake kertas nasi wkwk. Im sorry guys. |
|
Foto bareng dulu biar OK :) Mapin mukanya rada hilang kendali jadi diblur :( |
|
|
|
|
Nah, jadi di Gunung Papandayan ini sebenernya kita kaya cuma bisa kemping di satu daerah aja. Mungkin daerah itu dianggap paling savety buat pendaki untuk bermalam. Namanya "Tegal Alun" Memang di Tegal Alun ini ternyata kondisi jalannya tidak seekstrem saat awal mendaki dan juga disini ternyata terdapat beberapa fasilitas pendukung seperti warung dan toilet. Jadi jangan khawatir pokonya. Disana juga kalian pasti bakal nemuin banyak pendaki lain yang berkemah. Lumayan bisa jadi ajang buat nambah temen. Temen loh ya, temen hihi.
Di sana kami juga mendirikan tenda di tempat yang agak menjauh dari pendaki yang lain biar lebih privat wkwk. Kami mendirikan tenda diantara pohon2 gitu jadi letaknya agak tersembunyi. Kami disana bebas membuat api unggun dll asal tetap menjaga kebersihan setelahnya.
Perjalanan selanjutnya setelah mendirikan tenda yaitu menuju ke tempat yang paling hits banget di Papandayan. Iya, Hutan Mati namanya. Inilah saat yang tepat untuk berfutu-futu ria. Siapkan style terkecemu ya kalau kesini.
|
Salah satu sudut hutan mati |
Jadi konon katanya kenapa disebut sebagai hutan mati itu karena dulunya disini itu merupakan hutan pohon cantigi, namun hutan ini terkena letusan maha dahsyat Gunung Papandayan pada tahun 1772 dan akhirnya rata dengan abu vulkanik. Konon juga penduduk di sekitar terendam abu vulkanik. Waw, ngeri.
|
Kawasan hutan mati yang dilihat dari sebrang bukit nih guys, keren banget kan MasyaAllah ;') (Abaikan muka yang menghalangi ini) |
|
Spot terakhir yang wajib dikunjungi yaitu ladang bunga Edelweiss (Tegal Alun). Bunga abadi yang luar biasa cantiknya. Edelweiss, Edelweiss, everymorning you great me. Small and white, clean and bright, you look happy to meet me... Jadi inget pramuka jaman smp :') Yah kalian wajib kesini ya. Tapi sayangnya treknya memang agak sulit untuk dicapai. Jalannya lumayan sempit dan nanjaknya agak curam. Entah waktu itu yang kami lalui adalah jalan yg salah atau memang itu jalannya. Jalannyapun agak licin karna hujan.
|
Hamparan ladang Edelweiss di Tegal Alun |
Jadi setelah sampai di puncak Tegal Alun, kita bakal disuguhi dengan hamparan semak-semak Edelweiss dan bukit-bukit hijau sepanjang mata memandang. Sedih banget rasanya pas denger kalau ladang ini kebakaran :( Gimana cara matiin apinya coba? :(
Yah mungkin pengalaman yang aku ceritain disini gabisa ngegambarin pengalaman realnya. Yang pasti kalau pengen tau gimana sih indahnya Gunung Papandayan, dateng langsung aja kesana!
Jadi, ini ceritaku, mana ceritamu? Mhehe
0 komentar:
Posting Komentar