Ini sudah hari ke empat ketika ibu dan kakak laki-lakiku satu-satunya pergi mengunjungi saudara ke luar kota. Awalnya aku dipaksa untuk ikut, namun setelah dipikir-pikir aku akan ketinggalan jauh sekali bila aku bolos kerja. Kini aku sedang menjalani praktik kerja profesi di salah satu konsultan perencana di Bandung. Meskipun perusahaan ini perusahaan swasta yang aturannya tidak terlalu ketat dan bisa-bisa saja meminta izin mengambil cuti selama seminggu untuk menghadiri acara pernikahan saudara sepupu, namun tugas yang diberikan lumayan menyita waktu. Belum lagi ada kejar tayang membuat laporan praktik kerja. Mungkin akan sulit mengejar bila aku melupakan tugas-tugasku selama seminggu. Jadi aku putuskan untuk diam di rumah bersama ayahku yang juga tidak punya jatah cuti bekerja.
Awalnya aku akan berfikir biasa saja ketika ditinggal mereka. Karena aku sudah pernah merasakan seminggu bahkan dua minggu sama sekali tidak menatap wajah keluargaku. Lokasi rumah yang cukup jauh dari kampus membuatku lelah sehingga aku memutuskan untuk mengekost. Mungkin pengalaman ini juga membuat aku lebih mandiri dan bisa bertahan hidup dengan tenaga dan usahaku sendiri. Namun, aku merasakan sesuatu yang berbeda saat aku tahu bahwa keluargaku berada pada lokasi yang jauh...
Aku semakin mengerti...
Bahwa...
Menjadi seorang ibu itu sulit...
Kepergian ibu untuk sementara waktu membuatku harus menggantikan posisi ibu di rumah. Mulai dari bangun subuh, membangunkan ayahku, membuat masakan untuk sarapan, membuatkan kopi, membersihkan seluruh rumah, belanja ke warung, menyiram tanaman, menyapu halaman, mencuci piring, mencuci baju, menjemur pakaian, menyetrika pakaian, memasukkannya ke dalam lemari, menyalakan pompa air, memasak untuk makan siang, malam, dan menanak nasi, semuanya aku lakukan sendiri. Terkadang aku tidak bisa melakukan aktifitas apapun karena waktuku habis untuk mengurus rumah. Aku tidak sempat mengerjakan pekerjaan kantorku karena aku terlalu lelah dan aku tertidur hingga pagi tiba. Bahkan aku tidak bisa bertemu dengan teman-temanku karena aku takut pekerjaan rumahku akan terbengkalai. Membalas pesan masuk pun terkadang 3-4 jam setelah pesan diterima. Semua ini rasanya seperti benar-benar berumah tangga.
Apa yang aku rasakan kini dengan kehidupan kostku sangatlah berbeda. Saat kost, aku hanya perlu mengurus diriku sendiri dan ruangan berukuran 2,5 x 2,5 m2. Tak banyak yang harus aku lakukan. Bahkan tak membereskan kamar kost dalam seminggu pun rasanya tak ada yang perlu dipermasalahkan. Kamar tetap terasa bersih. Tapi di rumah, tidak disapu sehari saja, rasanya lantai seperti berpasir dan kotor. Piring dan peralatan makan cepat sekali bertumpuk menunggu untuk dibersihkan. Daun-daun kering selalu berguguran di halaman. Pakaian kotor menumpuk. Makanan belum siap karena tidak ada bahan masakan. Semuanya terasa lima kali lipat lebih berat.
Ibu jika aku tahu ternyata seperti ini rasanya menjadi seorang ibu, nampaknya ibu perlu berlibur tiap seminggu sekali. Berlibur dari rutinitas yang bukan hanya membutuhkan kekuatan fisik, tapi juga kecerdasan otak. Bagaimana tidak. Aku sangat kebingungan hanya untuk mengatur menu makan karena keterbatasanku yang belum pandai dan ahli memasak. Tapi ibu sama sekali tidak pernah bingung akan makan apa nanti. Bahkan terkadang ibu selalu menyiapkan menu-menu spesial yang tak terduga dan nikmatnya luar biasa. Nampaknya aku perlu banyak belajar menjadi ibu. Dengan kesabaran dan ketangguhan yang engkau miliki.
Ibu..
Dirimu begitu hebat..
Aku semakin sadar dan melihat dengan jelas akan dosa-dosaku karena sering melalaikan perintah ibu untuk melakukan pekerjaan rumah. Padahal sangat berat rasanya bila semua dilakukan sendiri. Maafkan aku, Bu...
Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Semoga ibu dan bapak sehat selalu dan diberikan kebahagiaan, kesejahteraan, dan anak-anak yang sholeh dan sholehan oleh-Nya yang selalu mendoakan kalian. Aamiin.
Have a nice trip, Bu, A.
0 komentar:
Posting Komentar